KATA PENGANTAR
Puji syukur
dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
terciptalah sebuah makalah yang berjudul
" Gizi Buruk”.
Maksud dan tujuan dalam pembuatan
makalah ini adalah untuk melengkapi
tugas Mata Kuliah Antropologi Kesehatan.
Tentunya dalam pembuatan
makalah ini banyak kendala yang dihadapi. Oleh karena itu kami berterima kasih
kepada segenap pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Demikian yang dapat kami
sampaikan sebagai pengantar. Besar harapan untuk bisa memperoleh masukan, saran
dan kritik yang sifatnya membangun dari siapapun yang membaca makalah ini demi
kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya. Terima Kasih.
Manado, November
2016
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ............................................................................................. i
Daftar
Isi ....................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Pengertian
Gizi dan Gizi Buruk ......................................................... 3
2.2 Pengertian
Status Gizi........................................................................
3
2.3 Jenis-Jenis
Gizi Buruk........................................................................
4
2.4 Distribusi
dan Frekuensi Masalah Gizi...............................................
6
2.5 Penyebab
Gizi Buruk..........................................................................
8
2.6 Pencegahan
Gizi Buruk......................................................................
14
BAB
III PENUTUP ........................................................................................ 17
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 17
3.2 Saran ................................................................................................. 17
Daftar
Pustaka .............................................................................................. 18
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gizi
buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima
tahun (balita). Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi
keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan
anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk
merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya
kemajuan zaman (Republika, 2009). Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu
menjadi program penanganan khusus oleh pemerintah. Upaya pencegahan yang
dilakukan di antaranya dengan selalu meningkatkan sosialisasi, kunjungan
langsung ke para penderita gizi buruk, pelatihan petugas lapangan, pengarahan
mengenai pentingnya ASI eksklusif pada ibu yang memiliki bayi, serta koordinasi
lintas sektor terkait pemenuhan pangan dan gizi (Antara News, 2011), Namun
sampai saat ini penanganan yang diberikan, hanya mampu mengurangi sedikit kasus
gizi buruk pada balita. Hal ini membuktikan bahwa penanganan dan program yang
diberikan oleh pemerintah belum mampu menekan jumlah kasus gizi buruk yang ada.
Ketidakberhasilan penanganan dan program tersebut mungkin dikarenakan kurang
tepatnya perbaikan terhadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kasus gizi
buruk pada balita. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi kasus gizi buruk pada
balita diketahui dan diatasi dengan tepat, otomatis kasus gizi buruk akan
berkurang.
Banyak
faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi gizi buruk. Namun penyebab dasar
terjadinya gizi buruk ada dua hal yaitu sebab langsung dan sebab tidak
langsung. Sebab langsung adalah kurangnya asupan gizi dari makanan dan akibat
terjadinya 2 penyakit bawaan yang mengakibatkan mudah terinfeksi penyakit DBD,
HIV/ AIDS, dan lain-lain. Sedangkan kemiskinan diduga menjadi penyebab utama
terjadinya gizi buruk. Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yakni kemiskinan (Republika, 2009).
Selain kemiskinan, faktor lingkungan dan budaya turut andil dalam kasus gizi
buruk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Gizi dan Status Gizi ?
2. Apa saja jenis-jenis dari gizi buruk ?
3. Bagaimana distribusi dan frekuensi masalah gizi ?
4. Apa penyebab terjadinya gizi buruk ?
5.
Bagaimana pencegahan gizi buruk ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
apa itu gizi buruk
2. Mengetahui
frekuensi dan distribusi gizi buruk
3. Mengetahui
penyebab dan pencegahan dari gizi buruk
4. Melengkapi
salah satu tugas mata kuliah Antropologi Kesehatan
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Gizi dan Gizi Buruk
Istilah
“gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955
sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari
bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca
ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan
mengejanya sebagai ”nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
Badudu-Zain tahun 1994.
WHO
mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada
organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat
dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan,
berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi.
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang
diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.
Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan
menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding
usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Gizi
buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi,
kesehatan dan kedokteran. Gizi
buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
2.2
Pengertian Status Gizi
Status
gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu
faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi
terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan
dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian
konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda
penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat
gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada
kategori dan indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku
yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan
di Indonesia adalah World Health Organization – National Centre for Health
Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi
menjadi empat : Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk
kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga,
Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat,
PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe
PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor.
Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi
dalam jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang
penting adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor
yang menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut.
2.3
Jenis-Jenis Gizi Buruk
Gizi
buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3 :
1. Marasmus
Marasmus
merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada
balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala
marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput
yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua
(berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant,
dan iga gambang.
Pada
patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta
menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis.Tubuh
membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan
hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga
digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.
Marasmus memiliki ciri-ciri:
- Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Mudah menangis/cengeng dan rewel
- Kulit menjadi keriput
- Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
- Perut cekung, dan iga gambang
- Seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- Diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor
adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh asupan
karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.
Kwasiorkor memiliki ciri-ciri:
- Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok
- Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel
- Terjadi pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
- Anemia dan diare.
3. Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran
dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan
(BB) menurut umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang
tidak mencolok.
2.4 Distribusi dan Frekuensi
Masalah Gizi
a. Orang
Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan
masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status
gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya (intergenerational impact).
Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa
depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa
janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan
status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja
atau usia sekolah.
Masa balita merupaka masa dimana terjadi pertumbuhan badan
yag cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi di setiap kilo
gram berat badannya. Dalam keadaan seperti ini anak balita justru paling sering
mengalami kekurangan gizi sehingga anak balita merupakan kelompok umur yang
rentan menderita kekurangan gizi.
b. Tempat dan Waktu
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005
sekitar 5 juta anak balita menderita gizi kurang (berat badan menurut umur),
1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk
tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat. Prevalensi nasional
Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah
5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi
buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian
program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun
2015 sebesar 20% dan target Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang
adalah 18,4%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan
target Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila
dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target
dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target dibandingkan
dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target Gorontalo (25,4%), Sulawesi
Barat (16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat (23,2%)dan
Papua (21,2). Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk
dan Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara
(48,7%), Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan
(40,2%), Simeulue (39,7%), Aceh Barat
Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli Utara (38,3%) Tomohon (4,8%),
Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%), Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%),
Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%),
dan Bondowoso (8,7%). Penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif
maupun kualitatif.
c. Determinan Masalah Gizi
Proses riwayat terjadinya penyakit pada masalah gizi (gizi
kurang) melalui berbagai tahap yaitu diawali dengan terjadinya interaksi antara
pejamu, sumber penyakit dan lingkungan. Ketidakseimbangan antara ketiga faktor
ini, misalnya terjadi ketidakcukupan zat gizi dalam tubuh. Akibat kekurangan
zat gizi, maka simpanan zat gizi dalam tubuh dugunakan untuk memenuhi
kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan
habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Proses ini berlanjut sehingga
menyebabkan malnutrisi, walupun hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan
pertumbuhan terhambat.
Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi, dipengaruhi
oleh berbagai faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah
pangan. Masalah gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah,
atau masyarakat bahkan keluarga, karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya
kurang gizi (KEP) tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan
dan kelaparan seperti KEP dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan
melimpah, masih mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. KEP pada
anak balita sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger.
Dengan kelaparan seperti KEP dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan
melimpah, masih mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. KEP pada
anak balita sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger.
2.5 Penyebab Gizi Buruk
1. Agent
Penyebab langsung timbulnya kurang gizi pada anak balita
adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya kurang gizi
tidak hanya kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA.
Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi timbulnya kurang gizi tidak hanya
kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. berlangsung,
anak menjadi kurus dan timbul kurang gizi (KEP). Dalam kenyataan keduanya
(makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
2. Host
Berat Badan Lahir Rendah adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam
pertama setelah lahir. Berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal.
Berat badan lahir berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak di masa yang akan datang. Bayi lahir dengan berat di bawah
2.500 gram dikategorikan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR
akan mengalami gangguan dan belum sempurna pertumbuhan dan pematangan organ
atau alat-alat tubuh, akibatnya BBLR sering mengalami komplikasi yang berakhir
dengan kematian.
Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungan. Apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan dan
selama kehamilan akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR).
Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa dari hasil
penimbangan berat badan waktu lahir 11,5% lahir dengan berat badan kurang dari
2.500 gram atau BBLR. Jika dilihat dari jenis kelamin, persenatse BBLR lebih
tinggi pada bayi perempuan dibandingkan laki-laki yaitu masing-masing 13% dan 10%.
Penelitian Hermansyah (2002) dengan menggunakan desain cross
sectional menunjukkan bahwa berat badan lahir anak balita berhubungan
dengan status gizi balita. (p= 0,000).
c. Environment (Lingkungan)
Akses
atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan
lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap
pelayanan dan sarana kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan
kekurangan gizi.
Faktor lingkungan juga meliputi ketersediaan pangan. Tidak
cukupnya persediaan pangan di keluarga (household food insecurity).
Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik jumlah maupun
kebutuhan gizinya, bagi seluruh anggota keluarganya belum terpenuhi. Ketahanan
pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik hasil produksi maupun
dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Anak balita lebih kompleks dan melalui
berbagai tahapan, yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah, dan
pokok masalah.
Timbulnya kurang gizi
Penyebab langsung timbul karena ketiga faktor penyebab tidak
langsung, yaitu: (1) tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga,
(2) pola pengasuhan anak yang tidak memadai, dan
(3) keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air
bersih, serta pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai.
Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi
buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab
langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
- Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
- Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
- Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
- Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
- Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
- Keluarga miskin
- Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
- Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Faktor
risiko gizi buruk antara lain :
1. Asupan makanan
Asupan
makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai
dengan hidangan yang dikehendaki. Sebagian besar balita dengaan gizi buruk
memiliki pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang kurang beragam
memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang
tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan
pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat
pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur
dan buah. Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi
protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status
gizi balita. Asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara
adekuat, anak tidak cukup atau salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan
pola makan yang salah. Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air,
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.Setiap gram protein
menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan karbohidrat 4 kalori. Distribusi
kalori dalam makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein,
35% dari lemak, dan 50% dari karbohidrat.Kelebihan kalori yang menetap setiap
hari sekitar 500 kalori menyebabkan kenaikan berat badan 500 gram dalam
seminggu. Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada
golongan umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak
perlu disaring.Hal ini dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila
sudah berumur 2-2,5 tahun.Lalu pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih
makanan sendiri sehingga asupan makanan harus diatur dengan sebaik
mungkin.Memilih makanan yang tepat untuk balita harus menentukan jumlah
kebutuhan dari setiap nutrien,menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan menentukan
jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang dikehendaki.
Sebagian besar balita dengaan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam. Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut
mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang
meliputi gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan
pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur
yaitu sayur dan buah. Menurut
penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi protein(OR 2,364)
dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi balita.
2. Status
sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat
sedangkan ekonomi adalah segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk
mencapai kemakmuran hidup.Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk
mengukur status sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.
Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada
keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan
sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi
karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi dengan makanan yang
kurang bergizi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada umumnya
hidup
Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga. Ibu yang bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas
ekonomiyang
mencari penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara
reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh
ibu untuk memberikan pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang
mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan
pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya.
Masyarakat
tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih dihargai secara
sosial ekonomi di masyarakat. Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan yang
berstatus tinggi yaitu antara lain tenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli
teknik dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik
pemerintah maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani
dan operator alat angkut.
3. Pendidikan ibu
Kurangnya
pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan
adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang
gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan
yang rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang
kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi
ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.
Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat
mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap
kualitas pengasuhan anak. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat seseorang
mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan adalah usaha yang terencana dan sadar untuk mewujudkan suasana dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri
dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa,dan negara.
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling
melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,pendidikan
menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan
yang melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat,
sedangkan pendidikan menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu
Sekolah Menengah Atas atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi
merupakan tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah Pendidikan tinggi
merupakan tingkat pendidikan setelah pendidikan menengah diselenggarakan
oleh perguruan tinggi. Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi balita
karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan
dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan diperlukan untuk memperoleh
informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang.
4. Penyakit
penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat
rentan terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut
justru menambah rendahnya status gizi anak. Penyakit-penyakit tersebut adalah:
1. Diare persisten :
Sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang dimulai dari
suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering dihubungkan
dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak
termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten
sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.
2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat
hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan terhadap
ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. Tuberkulosis ini
dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
5. Status
Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau
resisten. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu
penyakit tertentu. Dalam
imunologi, kuman atau racun kuman(toksin) disebut sebagai
antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang terbentuk
melalui vaksinasi Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak
balita yang disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita
yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis
sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang
masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut. Penyakit-penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah
Tuberculosis , Difteri, batuk rejan (Pertusis, Tetanus, Campak, Polio dan
Hepatitis-B.
2.6 Pencegahan Gizi Buruk
- Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
- Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
- Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
- Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
- Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya.
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan
tingkat pertama mencakup promosi kesehatan dan perlindungan khusus dapat
dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat mencegah terjadinya kekurangan gizi. Tindakan yang termasuk dalam
pencegahan tingkat pertama :
a.
Hanya memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan.
b.
Memberikan MP-ASI setelah umur 6 bulan.
c.
Menyusui diteruskan sampai umur 2 tahun.
d.
Menggunakan garam beryodium
e.
Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A, tablet Fe) kepada anak balita.
f.
Pemberian imunisasi dasar lengkap.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan
tingkat kedua lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi dini
untuk menemukan kasus gizi kurang di dalam populasi.
Pencegahantingkat kedua bertujuan untuk menghentikan perkembangan kasus
gizi kurang menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan.
Tindakan yang termasuk dalam pencegahan tingkat kedua :
a. Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada
balita gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang.
b. Deteksi dini (penemuan kasus baru gizi kurang) melalui
bulan penimbangan balita di posyandu.
c. Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi).
d. Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa
gizi buruk.
e. Pemantauan Status Gizi (PSG)
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary
Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga ditujukan untuk membatasi atau
menghalangi ketidakmampuan, kondisi atau gangguan sehingga tidak berkembang ke
arah lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Pencegahan tingkat ketiga juga
mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan menyediakan
rehabilitasi saat masalah gizi sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan.
Tindakan yang termasuk dalam pencegahan tingkat ketiga :
a. Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan
pertumbuhan.
b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam
memberikan asuhan
gizi kepada anak.
c. Menangani kasus gizi buruk dengan perawatan puskesmas dan
rumah sakit.
d. Pemberdayaan keluarga untuk menerapkan perilaku sadar gizi.
Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada
kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik
yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Gizi
(nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi
penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan
dan kematian. Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya
dapat dibagi menjadi 3,
yakni Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmiks-Kwashiorkor. Distribusi dan frekuensi masalah gizi
meliputi orang, tempat dan waktu, determinan dan lingkungan. Penyebab gizi
buruk juga sangat banyak. Tetapi yang paling banyak disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti kondisi ekonomi yang kurang serta kebersihan lingkungan. Dalam
pencegahannya, terdapat tiga tahapan.
3.2
Saran
Tentunya dalam
makalah ini, masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
memohon kritik dan saran dari pembaca agar pembuatan makalah di waktu
selanjutnya bisa dibuat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah yang dibuat
ini, bisa berguna dan bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16316-1309105010-chapter-1pdf.pdf ( diakses tanggal 12 Maret 2015).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/chapter%20II.pdf
(diakses tanggal 12 Maret 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar